Kekosongan



Dulu, dulu sekali aku pernah cerita kepada sebuah buku tulis yang kusebut diary, tentang apa arti kebahagiaan sejati. Aku bertanya karena saat semua hal baik, semua hal yang bisa membuat seseorang merasa bahagia datang ke diriku, bukan kebahagiaan penuh yang dirasakan. Di balik itu semua, ada rasa sepi, ada rasa kosong yang hinggap. Seolah isi dari jiwaku ikut lepas bersamaan dengan tawa yang kulepas, bersamaan dengan senyum yang kutebar dan bersamaan dengan kata-kata yang keluar terucap, terungkap. Bersama waktu yang kuhabiskan dengan teman-teman di hari itu, bersama harapan dan keberuntungan yang terwujud, kekosongan menghinggapi dan rasa kosong itu membuatku bertanya tentang rasa bahagia. Bahagia namun kosong atau kosong namun bahagia? Entah yang mana yang kurasakan saat itu. Entah pula kata-kata tersebut mempunyai makna
 
gambar diambil dari sini

Dan aku kembali merasa hal yang sama. Kekosongan. Dia menghinggapiku lagi. Kekosongan ini membuatku menghubungkannya dengan ceritaku waktu itu. Menghubungkan dan membuatku mencoba mencari benang merah antara kekosongan dan rasa bahagia. Saat itu, ditulisan tersebut, kesimpulanku adalah rasa kosong yang berujung pada rasa tidak bahagia ataupun rasa bahagia namun berujung pada rasa kosong disebabkan karena jauh dari Tuhan. Kali ini? Ya, bisa dikatakan sama. Namun tak urung aku mencoba mencari tahu, rasa kosong ini bersumber dari mana. Apa penyebabnya? Apa itu rasa bahagia? Apakah yang kucari adalah rasa bahagia demi mengusir rasa kosong ini. Sulit untuk memutuskan yang mana.

Sewaktu berkendara dari rumah ke kantor, saat matahari pagi menyinari punggungku karena kupergi ke arah barat, aku merenung diiringi bunyian jalanan yang riuh. Aku mulai menerka bahkan mendaftar hal-hal apa saja yang membuatku merasa seperti ini sepagi ini. Dan sebagai hasilnya ada beberapa hal yang muncul dan terurailah dalam daftar yang ternyata tidak terlalu panjang. Mungkin dari daftar-daftar ini aku bisa menyimpulkan hal apa yang sebenarnya menjadi sebab kekosongan ini.

Mengapa merasa kosong, padahal kupunya pekerjaan yang lumayan. Gaji yang tetap setiap bulan. Libur setiap dua kali seminggu. Hingga bonus per tiga bulan. Apa lagi dari itu semua yang tidak membuatku bahagia. Uang dan status sudah kupunyai. Alhamdulillah. Aku merasa bersyukur namun rasa kosong masih menyertai. Mungkin aku terbawa perasaaan. Di satu sisi, aku masih belum merasa ini pekerjaan yang tepat untukku. Jauh di dalam sana, dikegelapan yang menaungi pikiran dan perasaanku, ini terasa bukan pekerjaan yang kucari dan ingin kutekuni. Aku sudah mencoba banyak dan Tuhan memberikan kesempatan itu, merasai beragam pekerjaan yang kumau. Namun dengan segala perasaan ini, kutemui aku masih mencari pekerjaan apa yang membuatku tidak merasa bekerja. Pekerjaan yang bisa kutekuni dengan mudah dan tulus. Aku suka mencipta sesuatu, dan itu seolah menjadi panggilan jiwaku, dan disitulah aku kini merasa tak tentu dengan pekerjaan yang kupunyai saat ini.

Hmm, mengapa merasa kosong, padahal tidak ada kekacauan disekitarku. Aku bisa makan 3x sehari jika kumau dan itu gratis. Aku punya cukup banyak pakaian dan tidur di kamar sendiri. Aku punya tempat berteduh yang aman dan bisa memakai air dan listrik sebanyak yang kumau. Aku punya apa yang seorang manusia butuhkan untuk bertahan di dunia ini. Lalu ada satu quote yang cukup membuatku berpikir dan terhenyak: are you living or just existing?

Hmm, apa ini sumber dari kekosongan yang kurasakan? Hidup namun di sisi lain merasa belum hidup. Hidup namun pikiran melayang ke masa lalu dan masa depan. Hidup dan merasa kosong. 

Comments

Popular posts from this blog

Memento

Under the Rain

Ruminating